Siapa sih gw?
Blog Teman
Situs2 Yang Wajib Dikunjungi
Tag
ShoutOuts



Kontak
free counters

Powered by TripAdvisor
Memori



Vietnam and Thailand - kegilaan akhir tahun
Thursday, October 03, 2013 / 11:14 AM


Awal cerita...

Every journey began with a single step...,

Semua bermula pada bulan Juli 2011, seorang sahabat di masa kerja di Aceh dulu menghubungi saya dan menceritakan bahwa ia ingin mencoba backpackeran ke LN, tapi karena dia belum pernah ke LN sama sekali, dia mengajak saya yang menurutnya 'ahli' dalam dunia backpackeran - padahal saya nggak ahli2 banget sih...

Dia mengajak saya ke Thailand pada bulan Desember, dan karena saya tahu pada bulan2 itu adalah peak season dan semua turis bule yang menghindari musim dingin di negaranya akan tumpah ruah ke Thailand karena mereka anggap negara tropis ini sangat murah untuk ditinggali selama musim liburan, saya ogah dan mengajaknya ke Vietnam saja yang menurut saya less-touristic.
Tapi entah apa yang membuat teman saya ini nge-fans banget dengan Thailand sehingga bujukan saya tidak mempan; saya yang merasa rugi juga kalau ke LN cuma mengunjungi 1 negara saja (soalnya bayar pajak airport di Soetta kan Rp 150,000/orang) akhirnya mengalah dan mengajak dia ke Vietnam dulu baru ke  Thailand. Kami deal dan saya segera memesan tiket pesawat untuk tanggal 22 Desember 2011, dimana saya perkirakan sudah bisa mengambil cuti dari kantor saya. Teman saya berjanji akan membayar via cicilan karena dia tidak punya CC.


Perjalanan Kami Dimulai....
Hari 1
Desember pun tiba, libur sudah dimulai, saya sudah ada di Jakarta pada tanggal 21 Desember. Wati menyusul saya dan menginap di rumah semalam sebelum kami menuju airport pada jam 1 siang. Pesawat kami dijadwalkan berangkat jam  16.35 WIB menuju Ho Chi Minh, harga tiket Rp 879.000,-/orang.
Di pesawat, saya duduk di sebelah pria muda Vietnam yang ramah, namanya Mike Hung. Dia sedang bekerja di Jakarta dengan sebuah perusahaan pertambangan sebagai seorang engineer, Mike pulang untuk menjenguk anak dan istrinya setiap 6 bulan sekali. Kami berkenalan dan dia banyak mengajari saya tentang Vietnam dan apa saja budayanya, termasuk Ao Dai (yang dibaca Ao Zai) - baju khas perempuan Vietnam yang mirip dengan cheongsam, termasuk memberikan nama2 taxi yang cukup bisa dipercaya di HCMC.

Sesampai di bandara, kami tidak mengalami kesulitan di imigrasi. Mike mengantar kami sampai di tempat seorang anggota CS asal Rumania bernama Sorel akan menjemput kami dan membawa kami ke apartemennya. Kami mengucapkan salam perpisahan kepada Mike dan kerabatnya yang menjemputnya setelah bertukaran alamat skype.
Sorel baru berumur 21 tahun namun sudah menjadi manager IT di sebuah perusahaan di Vietnam, luar biasa ya memang anak2 muda jaman sekarang. Dia sendiri baru 3 bulan ada di Vietnam. Dengan taxi kami menuju apartemennya dan makan di restoran yang ada di sebelah apartemennya. Selesai makan, kami diantar ke apartemen temannya Luke karena ternyata malam itu apartemen Sorel sudah ditinggali seorang cowok CS asal Perancis. Sorel berjanji akan menjemput kami untuk menginap di rumahnya esok begitu si cowok Perancis pergi. Sambil menunggu Luke pulang dari kegiatan main bolanya, kami jalan2 di sekitar kafe dimana kami janji ketemu dengan Luke.
Akhirnya Luke menjemput kami dan membonceng Wati, sementara saya dibonceng Sorel. Jalanan Saigon yang padat dengan motor dan semuanya hobi ngebut membuat saya agak deg2an dibonceng. Sesampai di apartemen Luke, kami dipinjamkan kamar temannya yang sedang pulang kampung ke Inggris. Luke sendiri orang Inggris yang mengajar sebagai guru English di sekolah di HCMC. Setelah mandi, kami ngobrol2 dengan Luke dan Sorel sampai jam 12 dan pamit untuk tidur duluan.


Hari 2
Bangun sekitar pukul 6 pagi dan segera mandi untuk menuju Pham Ngu Lao, kawasan backpacker di HCMC. Disini kami akan menaiki bus yang menuju Mui Ne, kawasan pesisir yang cukup dekat dari HCMC untuk melihat gurun pasir dan pesisir pantai disana. Kami mencari ojek dan dengan bantuan seorang Ibu yang sedang menggonceng anaknya untuk ke sekolah, dibantu menawar sebuah ojek untuk ke Pham Ngu Lao. Untung saja si Ibu bisa berbahasa Inggris. Sampai di Pham Ngu Lao jam 7, kami memesan tiket seharga XXX Dong di Singh Tour. Sambil menunggu bis wisata kami datang, kami ke resto di sebelahnya dan saya memesan bubur ayam jahe untuk mengisi perut. Belum sempat menghabiskan makanan, bus sudah datang dan kami harus bergegas naik menuju Mui Ne.
Sepanjang perjalanan, Vietnam sangat menarik karena jalan2nya lebar2 dan nyaris tidak ada kemacetan seperti di Jakarta walau kendaraan, terutama motor sangat banyak. Kami melintasi highway menuju luar kota... Setelah 2 jam lebih, kami berhenti di sebuah pom bensin dimana para penumpang bisa istirahat dan ke toilet.

Perjalanan dilanjutkan, sekitar jam setengah 1 siang kami memasuki kota Mui Ne dengan resort2 cantik dan ekslusif di pinggir pantainya. Kami turun sembarang dan memasuki sebuah kantor tur operator untuk memesan 1 day tour. Setelah tawar menawar, akhirnya disepakati kami membayar USD 21/orang untuk tour ini yang meliputi 4 objek wisata. Semula harganya USD 25/orang.
Setelah membayar tur, kami minta ijin untuk makan siang dulu. Pilihan jatuh pada resto Banh Mi yang menjual aneka sandwich. Saya memesan paket sandwich Tuna dan sekaleng coke. Seharga 40,000 Dong.
Jam 1.30 kami sudah siap di depan kantor tour travelnya dan sebuah jeep tua menunggu kami untuk memulai tur. Tidak sampai 20 menit perjalanan, objek wisata 1 kami temui. Namanya Fairy Stream. Dari jalan utama, kami berjalan kaki kurleb 3 menit dan sampai di awal mula kali alias sungai kecil yang ternyata sangat cetek untuk dijalani. Kami pikir lumpurnya pasti jorok karena warna air kali kecoklatan, ternyata airnya cuma semata kaki walau di beberapa bagian bisa selutut juga sih. Dan dasar sungai yang terdiri dari pasir kasar berwarna coklat tidak membuat kaki keperosok saat menapaki aliran sungai ini....
Di sini kami bertemu 2 anak kecil yang berlagak menjadi guide kami. Dari awal saya sudah tahu keberadaan anak2 ini, karena saya sudah searching. Bahkan di beberapa situs yang ditulis orang bule kehadiran mereka dianggap tout alias pengganggu karena suka ngompas turis2 dan berlagak jadi guide padahal menurutnya ga dibutuhin banget karena kita sendiri bisa aman kok ngejalanin sungai itu tanpa guide.

Tapi, ya saya pikir, ngga ada salahnya kita ramah sama anak2 ini. Kami berkenalan sambil berjalan yang satu namanya Nam dan yang satu Hung. Nam dan Hung kira2 berumur 10 tahun. Mereka sesekali mengatakan "This way please" untuk menunjukkan arah dimana kami sebaiknya menapaki sungai itu dimana airnya tidak terlalu dalam.

Mula-mula kami pikir pemandangan Fairy Stream ini biasa2 saja, ga menarik bahkan kaya kali2 yang ada di Indonesia. Tapi perlahan2 pemandangan di sisi kiri dan kanan berubah. Banyak batu2 yang kelihatan berkilat kena cahaya di sekitarnya... bahkan strukturnya semakin unik karena mirip stalaktit sehingga tidak heran disebut dengan Sungai Peri karena suasananya yang mirip dengan negeri peri. Coba saya pake kostum yang pas dan ada cowok keren mirip Legolas dari trilogi LOTR di sebelah saya, pasti kita sukses menghadirkan suasana negeri peri di foto2...hehehehe

dinding sepanjang fairy stream (Suoi Tien), mirip kisah negeri peri

org Indonesia sama Viet sama, suka buat grafiti mengganggu alam :(

Tetapi, kehadiran sapi2 yang cari  makan di hilir sungai membuat pemandangan sedikit terganggu...Karena Nam dan Hung berkata di ujung sungai tidak ada apa2 dan waktu kami juga sudah terbatas, kami memutuskan tidak sampai ke ujung hilir sungai...Mereka mulai meminta 'upah', karenanya, kami memberikan 30.000 Dong untuk dibagi berdua (20.000 Dong merupakan tarif normal menurut info turis lainnya). Sehabis diberi uang, mereka mengeluh dan meminta tambahan. Tapi kami kekeuh ngga mau kasih karena sudah memberi tips lebih 10.000 Dong. Mereka mengikuti kami kembali sampai ke awal track sambil terus menerus meminta uang. Kami cuek aja dan akhirnya mereka cape sendiri dan meninggalkan kami begitu melihat ada turis2 lain yang datang menyusuri sungai. Pelajaran pertama dengan tout ala Vietnam...

Kami berjalan kembali ke jeep dan menuju objek wisata ke 2 : Desa Nelayan Mui Ne
seorang nelayan sedang asik merajut pukatnya di atas perahu
Pantainya sendiri tidak begitu menarik, karena terkesan kotor (ya iyalah pantai nelayan gitu) tapi perahu2nya yang berbentuk mangkok (bulet) dan terbuat dari anyaman rotan menarik perhatian kami, sayang kami tidak boleh menaikinya padahal ingin coba mendayung di laut dengan perahu unik ini.

Sehabis foto2, kami menaiki jeep kembali untuk menuju White sand dune (padang pasir putih) yang letaknya cukup jauh dari sini. Kami melewati semacam padang pasir di dekat kota yang ternyata merupakan Red Sand Dune (padang pasir merah), nanti kami akan kembali ke sini setelah dari White Sand Dune.
Perjalanan ke White Sand Dune ini cukup lama, sekitar 1 jam. Rambut kami udah berkibar2 kena angin karena jeepnya setengah terbuka...
Sampai di sana, kami mermarkir mobil dan berjalan kaki melewati hutan pinus kecil menuju padang pasirnya. Lucunya, kami papasan dengan sepasang calon pengantin yang tampaknya habis foto prewed disana lengkap dengan atribut gaun putih dan jasnya....ternyata ini salah satu tempat foto prewed favorit pasangan2 di Vietnam...
Sedikit berjalan kami menemukan tempat penyewaan ATV seharga USD 20 /15 menit...mahal, ga cocok untuk kantong kami yang cekak :P

Dan pemandangan padang pasir yang di beberapa bagian ditumbuhi semak2 menghampar indah di hadapan kami.... Kami memutuskan berjalan kaki sampai ujung bukit pasir yang bisa kami jelajahi dan mendapatkan pemandangan indah dari Padang Pasir Putih ini... Saya jadi teringat Gurun Pasir Thar di India yang saya jelajahi tahun 2010 silam...

angin meniup pasir di Doi Cat
Di tempat ini disewakan juga selembar plastik kaku yang dilengkapi seutas tali tambang plastik yang bisa digunakan untuk meluncur ala kereta salju dari bukit-bukit pasir menuju lembah2 padang pasir, waktu itu saya melihat seorang turis cowok bule nekad meluncur dari puncak bukit pasir ke lembah yang ada semacam danau di dasarnya....tertarik nyoba sih, karena toh kalokebablasan paling2 nyebur ke danau tapi sempat kepikiran gimana kalau danau itu ada buayanya? Hiiiyyyy....langsung disantap buaya dong?
Karena pergi tanpa pemandu jadi kami tidak bisa memastikan apa benar danau kecil di lembah gurun pasir ini ada buayanya atau tidak....
Yah, sudah jauh2 kesini, tidak ada salahnya kami foto2 sejenak, saya pun mulai berpose ala Anggun di video klipnya Snow on Sahara...hehehe (sayang foto2 yang tersisa dan masih bisa diselamatkan cuma sedikit, sementara foto2 saya dari kamera DSLR rusak semua karena virus - kejadiannya nanti saya gambarkan).

Setelah puas bermain pasir (saya juga mengambil pasirnya sebagai oleh2 dengan ditaruh di botol), kami melanjutkan perjalanan dengan jeep menuju ke Gurun Pasir Merah (Red Sand Dunes). Perjalanan kembali menuju jalan pesisir pantai yang kami lewati tadi menuju Gurun Pasir yang letaknya tidak jauh dari pinggir kota Mui Ne. Gurun pasir ini agak ramai, mungkin juga karena luasnya yang tidak selebar Gurun Pasir Putih. Baru beberapa meter berjalan kami berpapasan dengan segerombolan turis asli Indonesia yang berbicara bahasa Indonesia dengan logat Surabaya....oalah, jauh2 ke gurun pasir di Vietnam ketemunya wong Suroboyo juga....hihihi

Saya dan Wati terus berfoto2 dan bergaya di gurun pasir ini, pemandangan cantik dari matahari yang hampir terbenam membuat suasana sangat ramai dengan orang2 yang berniat berfoto. Ditambah dengan begitu banyak muda mudi Vietnam yang sedang asik bergerombol (mungkin sedang study tour), jadi suasananya sangat turistik. Semburat senja kemerahan menutup perjalanan kami sepanjang pesisir pantai menuju Mui Ne. Karena sudah gelap, kami tidak bisa menuju air terjun yang katanya termasuk dalam paket.
Akhirnya, kami minta diturunkan di sepanjang jalan utama yang banyak resto-restonya. Bosan makan Banh Mi terus, kami memutuskan makan seafood di Lam Tong, karena tempatnya kelihatan murah (seperti foodcourt begitu).
Begitu masuk, ternyata setengah dari tempatnya sudah terisi, kami beruntung mendapatkan meja untuk 2 orang di dekat pantai. Pas di depan tangga yang menuju ke laut. Setelah menunggu 5 menit (pelayanannya agak lama memang, karena tempatnya luas), kami mendapatkan buku menu dan memesan. Saya pesan ikan bakar dan Wati juga. Malam itu ombaknya sangat besar sehingga beberapa kali muncrat ke bangku2 yang ada di pinggir laut, banyak tamu mengungsi karena mejanya disembur air laut. Untung bagi kami, walau meja kami ada di pinggir tangga yang menuju laut, kami tidak terciprat air laut sedikitpun. Begitu ikan bakar ala Lam Tong ini dihidangkan, tampilannya yang kurang menarik dan porsinya yang kecil membuat kami agak kecewa....dengan harganya (yang bagi kurs Rupiah) agak mahal...
Karena anginnya cukup kencang dan suasana yang ramai serta kursi plastik yang disediakan tidak begitu nyaman, kami memutuskan menunggu bis kami yang akan berangkat jam 1.30 pagi nanti, di tempat lain. Kami berjalan menyusuri jalan utama Mui Ne mencari kegiatan menarik untuk mengisi waktu karena saat itu baru jam 9 malam. Sambil jalan numpang foto2 di depan sebuah resort di MuiNe...


Ternyata harga-harga bar dan restaurant disini cukup mahal, begitu juga dengan spa-nya. Dan karena semua spa tutup jam 9.30 atau jam 10 malam, kami tidak bisa melemaskan otot2 yang lelah dengan pijatan di spa. Akhirnya, kami mendapatkan alternatif kegiatan yang cukup oke lah yaitu internetan di warnet. Nah disinilah tragedi besar (bagi saya) itu terjadi, saat saya memindahkan foto2 dari SD card ke Flash disc dan flash disc itu dipinjam oleh Wati untuk diupload foto2nya. Ternyata komputer Wati itu bervirus, sehingga foto2 saya tidak terdeteksi ada di dalam flash disc. Saya coba menginstall anti virus Panda dari web ke komputer itu, namun foto2 saya seakan di-hide oleh virus kampungan itu (virusnya pakai bahasa Vietnam!). Saya yang sudah berulang2 coba membersihkan virus itu dari flash disc ternyata tidak bisa, dan saya harus merelakan foto2 saya - yang dari foto2 di Alor sebelum saya ke Jakarta, trip pertama di Vietnam sampai hari ini saat kami ke padang pasir.... lenyap ditelan virus.....aarrrggghhh rasanya mau nangis saja, bagi saya lebih baik kehilangan uang daripada kehilangan foto2 berharga itu....

Karena capek, kesal dan uang menipis; kami memutuskan tidur di pool bus dimana kami akan dijemput nanti malam. Lumayan ternyata ada wifi gratis dan colokan, jd saya bisa mencharge HP yg lowbatt. Sekitar jam 1 kami dibangunkan oleh staff pool bus dan dinaikkan ke bus menuju HCMC. Bus nya mempunya kursi bertingkat yg bisa direcline (mirip sleeper bus di India walau kurang lega - mungkin karena orang Asia dipikir lebih imut2?), dilengkapi selimut dan AC. Perjalanan memakan waktu 6 jam sehingga kami sampai di HCMC jam 6 pagi.
AC Sleeper bus di Vietnam


Hari tiga
Karena waktu yang mepet, kami memutuskan memesan tour Mekong Delta langsung di dekat kami diturunkan. Karena Singh Tour agak mahal, maka kami memesan tour di tetangganya yang cukup murah. Tapi saya lupa nama tournya, tournya seharga 21 USD.
Kami langsung naik ojek (30,000 Dong) ke tempat Seth untuk mandi dan mengambil barang2 kami. Kami sempat mengalami insiden karena apartemen Seth terkunci dari dalam ketika kami mau keluar. Syukurnya kami bisa keluar dan kemudian mendapatkan ojek dengan pertolongan seorang ibu yang bisa berbicara sedikit bahasa Viet. Terpaksa deh kita BTO (Bonceng Tiga Orang) dengan harga per orang 30,000 Dong. Rese banget karena tukang ojeknya cuma ada 1 dan kita takut telat.
Sampai di sana,  kami mendrop carrier kami ke belakang meja resepsionis dan sempat ngobrol2 dengan staff tour yang tahu sedikit tentang Indonesia. 15 menit kemudian kami langsung naik minibus yang menjemput kami. Pemandu wisata kami memperkenalkan diri sebagai Nam - nama umum untuk anak laki2 di Vietnam.

Perhentian pertama - Tempat kerajinan yang semua pengrajin/artisanya adalah orang2 difabel/cacat.
seniman difabel yg membuat lukisan dari pecahan kulit telur

Disini kami menyaksikan beragam mosaik, lukisan, pahatan, dan barang2 indah lainnya yang dikerjakan langsung oleh penyandang cacat/difabel. Harga2 yang dipatok cukup mahal, namun karena ini untuk tujuan sosial jadi kami sadar ini adalah untuk menyokong hidup para penyandang cacat sehingga tidak hidup dari meminta-minta.
Kami melanjutkan perjalanan kurang lebih 2 jam untuk menuju daerah Mekong Delta.


Perhentian kedua - Pelabuhan Ferry di Mekong Delta.
Pelabuhannya cukup apik dan bersih, banyak penjual suvenir dan karena kami lupa membawa topi, akhirnya kami membeli topi seharga 30,000 Dong/buah. Topi pandan saya masih berbau harum karena dibuat dari pandan segar. Kami naik ferry yang apik dan dilengkapi kursi2. Nam, terus mengoceh melalui pengeras suara yang ada di kapal tentang pulau2 yang ada di sekitar Mekong Delta yang kami lalui. Tidak sampai 30  menit kami menyusuri sungai, kami pun berhenti di pulau pertama.

Disini kami dijelaskan mengenai budidaya lebah madu dan digiring menuju gazebo yang sudah dilengkapi dengan meja-meja dan bangku-bangku. Disini kami disuguhi teh dengan campuran serbuk sari dan bee polen oleh seorang pria dan disuguhi manisan-manisan khas Vietnam yang rasanya super duper manis.Ini merupakan bagian dalam tur, tetapi ini merupakan promosi produk terselubung jg karena pengunjung juga ditawari membeli bee polen, madu, aneka manisan dan serbuk sari sebagai oleh2. Saya tidak membeli apa-apa karena harganya cukup mahal juga....


to be continued









Ongkos dalam negri :
Jakarta
Damri = IDR 40,000 (PP)

Airport tax = IDR 150,000,-

Bali
Taxi dari Ngurah Rai ke Canggu : IDR 100,000,-
Taxi dari Seminyak - Ngurah Rai = IDR 55,000,-
Sewa motor 3 hr di Bali @ Rp 40,000,-= IDR 120,000
Airport tax = IDR 30,000




Tiket pesawat by AirAsia: 
JKT- SGN = Rp 879.000,-
SGN - BKK = USD 191.80 (berdua) @USD 91
HKT - DPS = 3461 THB


Ongkos luar negeri :
Tiket bus HCMC - Muine :
Tiket bus Muine - HCMC : 80,000 Dong

Makan :
Banh Mi (rata-rata): 10000 Dong
Air mineral (rata-rata): 5000 Dong

 


Labels: , , , , , , , , , , , , ,